JURNAL INTERMEDIATE TRAINING (LK II) “PERANAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI SEBAGAI BUDAYA BERPIKIR HMI DALAM KOMPETISI MILENIAL”
JURNAL INTERMEDIATE TRAINING (LK II)
“PERANAN ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI SEBAGAI BUDAYA BERPIKIR HMI DALAM KOMPETISI MILENIAL”
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN INTERMEDIATE TRAINING
(LK II) HMI CABANG MALANG
DISUSUN OLEH :
ERWIN PERMANA PUTRA
E-mail : erwinpermanaputra12@gmail.com
Nomor
HP : 0823 3462 5606 (WA)
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
CABANG SURABAYA
KOMISARIAT LIDAH WETAN
2017
Peranan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Sebagai Budaya Berpikir HMI Dalam Kompetisi Milenial
Erwin Permana Putra
Cabang Surabaya
0823 3462 5606 (WA)
Abstrak
Makalah
ini bertujuan untuk: (1) mengetahui proses perkembangan kemajuan teknologi, (2)
mengetahui perubahan pola hidup manusia akibat kemajuan teknologi, (3)
mengetahui pengaruh kemajuan teknologi dalam budaya berpikir kader HMI, dan (4)
menemukan peran kader HMI dalam
kompetisi era milenial Makalah ini merupakan hasil studi pustaka yang
bersumber pada buku dan artikel internet. Data yang diperoleh dianalisis
deskriptif secara kritis oleh penulis. Hasil pembahasan dalam makalah ini
menunjukkan sebagai berikut: (1) konsep-konsep mengenai ilmu pengetahuan,
tekonologi dan budaya serta hubungan-hubungannya; (2) kemajuan teknologi terus
berkembang sangat pesat dan melahirkan masyarakat digital; (3) persiapan sumber
daya manusia untuk menuju masyarakat berbudaya ilmu pengetahuan dan teknologi;
(4) peran kader HMI dalam mengembalikan tradisi intelektual untuk menyongsong
era milenial
Kata kunci: ilmu pengetahuan, teknologi,
budaya, dan pola pikir HMI.
PENDAHULUAN
Islam dan Ilmu Pengetahuan adalah
sebuah konsep yang sejak awal sejarah peradaban Islam telah disadari oleh umat
Islam sendiri. Ajaran Islam menekankan begitu pentingnya ilmu. Menuntut ilmu
merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dalam Al-Quran sendiri begitu banyak
ayat yang menginspirasi pembacanya untuk merenungkan dan memikirkan berbagai
macam kejadian Alam. Menengok
sejarah peradaban dunia dan Ilmu pengetahuan. Kita akan mendapati bagaimana
peradaban Islam memiliki sumbangsih yang begitu besar terhadap perkembangan
Ilmu Pengetahuan. Ketika Rasulullah saw diutus sebagai Rasul, kondisi dunia
saat itu berada dalam stagnasi ilmu pengetahuan, terutama di negara negara
Eropa.
Teori-teori ilmiah Barat, khususnya
yang berimplikasi religius, merupakan tantangan filosofis tersendiri bagi kaum
intelektual muslim, yang perlu segera mendapat jawaban yang lugas dan jelas (Nata,
Abbudin, 2005 : 79). Pada era
globalisasi saat ini, penguasa-an teknologi menjadi prestise dan indikator
kemajuan suatu negara. Negara dikatakan maju jika memiliki tingkat penguasaan
tek-nologi tinggi (high technology), sedangkan negara-negara yang tidak
bisa beradaptasi de-ngan kemajuan teknologi sering disebut sebagai negara gagal
(failed country). Berikut ini 10 negara di dunia terhebat dengan
penguasaan teknologi tinggi ; 1.
Finlandia, 2. Amerika serikat, 3. Jepang, 4. Swedia, 5. Korea Utara, 6. Belanda,
7. Inggris, 8. Singapura, 9. Korea Utara, 10. Australia. (top10newsworld.blogspot.com)
Jika kita cermati dari
ke semua negara-negara tersebut merupakan negara-negara yang penduduk muslimnya
minoritas. Menurut
Dr. Badri Yatim M.A dalam “Sejarah Peradaban Islam” pusat peradaban Islam dalam
segi ilmu pengetahuan, teknologi, dan politik saat ini adalah ; 1. Baghdad, 2.
Kairo (Mesir), 3. Isfahan (Persia), 4. Istanbul, 5. Delhi (India), 6.
Samarkhand dan Bukhara (Transoxania). Dalam buku History and Philosophy of sciense karangan L.W.H. Hull (1950), di
terangkan bahwa setidaknya sejarah filsafat dan ilmu pengetahuan dapat dibagi
menjadi 3 periode (i) filsafat Yunani; (ii) Kelahiran Nabi Isa; dan Periode
Kebangkitan Islam, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh terkenal saat itu. Pertama, masa yang paling dasar atau
pertama adala filsafat Yunani (Abad 6 SM-0 M
). Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales yang ahli filsafat
astronomi dan geometri. Dalam pengembaraan intelektualnya menggunakan pola
deduktif serta masa transisi inilah kemunculan ilmu sangat berkembang di
kalangan masyarakat. Kedua, adalah
periode kelahiran Nabi Isa (Abad 0 M-6 M ). Pada masa ini pertentangan antar
gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada gereja.
Sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi
kebebasan berpikir sehingga filsafat seolah-olah mati suri. Ilmu menjadi beku,
kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran,
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini sempat mengalami keterpurukan,
karena, terjadi pembatasan kebebasan seseorang dalam berpikir dan berkarya. Ketiga, adalah periode kebangkitan Islam
(Abad 6-13 M), pada masa ini dunia Kristen
Eropa mengalami kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai
periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam di tandai dengan
banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli di bidang masing-masing, berbagai buku
ilmiah diterbitkan dan di tulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hanbali yang ahli dalam buku Islam, Al-farabi ahli
astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya
yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi
ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi
kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara agama, filsafat, mistik, dan
sufisme (Adib, 2-3 : 2011).
Umat
Islam sebagai mayoritas di Indonesia merupakan ruh bagi setiap perubahan di
Indonesia dengan begitu keadaan umat islam di Indonesia menjadi parameter bagi
keadaan bangsa Indonesia kebagkitan disini berarti menjadi umat islam yang
memiliki watak inklusif dan moderat sesuai dengan nilai-nilai islam, memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki akses terhadap sumber daya manusia dan yang paling penting
memiliki akhlakul karimah sebagai landasan berperilaku beragama, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Tantangan inilah yang menjadikan umat islam berfikir
adalah bagaimana cara menghadapi era milenial serta pengaruh globalisasi.
Tantangan perubahan zaman tersebut pula yang mengantarkan umat manusia kedalam
suatu kondisi dimana manusia di dorong untuk memenuhi kebutuhan hidup serta
tingkat efisiensi dan efektifitas pekerjaannya.
Maka untuk pemenuhan kebutuhan itu ilmu pengetahun dan teknologi akan
terus berkembang secara dinamis, baik di bidang teknologi, komunikasi,
informasi transportasi dan sebagainya melalui IPTEK tersebut pulalah yang
membuat dimensi ruang dan waktu tidak lagi menjadi hambatan yang signifikan.
Dua tugas yang di emban HMI sejak kelahirannya hingga sekarang, yaitu tugas
Negara dan Agama, memberi isyarat mutlak yang tidak terpisahkan dari hidup dan
kehidupan bangsa Indonesia. Konfigurasi politik, pendidikan, ekonomi, Agama dan
Kebudayaan yang melatar belakangi berdirinya HMI, telah mengantar dan
menempatkan pula HMI sebagai organisasi pembaruan (Sitompul, 2008: 1).
Sebuah
janji atas kelahirannya, HMI dengan segala identitas yang melekat pada dirinya
sebagai organisasi kader dan perjuangan dituntut untuk mampu terus nalar
reflektifnya dalam menjawab tantangan zaman ini. Dengan melihat peluang yang
sedemikian terang di masa akan datang, HMI tentu tidak boleh hanya menjadi
penonton saja. Komitmen dasar untuk membangun pendidikan tidak lagi menjadi
sekedar kiasan yang hanya bermakna retoris tanpa ada langkah nyata secara
organisatoris (Hasan, Arif Rosyid, 2015 : 9).
Jalannya pengembangan di abad 21
pasti akan sangat di warnai oleh kemajuan dramatis IPTEK tersebut yang membawa
fenomena transformasi sosio- kultural di
semua negara atau di semua bangsa. Semua orang menjadi kosmopolit dan hampir
tak ada lagi kejadian sekecil apapun di sebuah negara yang tak segera menyebar
ke seluruh pelosok dunia. Preferensi pemberitahuan media massa dan khalayak
(pembaca, penonton, pendengar) sudah seragam di seluruh dunia. Batas-batas
sistem nasional di semua negara menjadi “tipis” atau hampir hilang (bordererless states). Orang di seluruh
dunia saling mempengaruhi meskipun tidak bertemu muka. (Muis, Abdul, 1997 : 1-2)
Dizaman modern yang canggih seperti
saat ini, kemajuan akan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (yang kemudian disingkat
IPTEK, sangatlah berpengaruh terhadap segala aspek dalam kehidupan manusia.
Tidak dapat dipungkiri, keberadaan IPTEK tidak pernah lepas dengan keberadaan
manusia. Manusia sebagai subjek dari berkembangnya ilmu pengetahuan itu
sendiri. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, maka berkembanglah pula
teknologi . Keberadaan yang tidak akan pernah terpisahkan tersebut, kemudian memunculkan
beberapa dampak terhadap kehidupan manusia didunia. Dampak tersebut berupa
dampak positif dan negatif. Adanya dampak negatif terhadap kehidupan manusia
ini, akan menimbulkan beberapa yang kurang di inginkan. Oleh karena munculnya
permasalahan-permasalahan tersebut baik dalam sekala global maupun nasional
maka yang perlu di cermati adalah bagaimana langkah kader HMI dalam menghadapi
era milenial basis teknolgi seperti saat ini.
PEMBAHASAN
a. Konsep Ilmu
Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada dasarnya bersumber pada rasio
dan fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran, telah
mengembangkan paham yang disebut rasionalisme. Sedang mereka yang menyatakan
bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber
kebenaran, telah mengembangkan paham empirisme. Kaum rasionalisme menyatakan
alam nyata dan gaib adalah ilmu pengetahuan, sedangkan kaum empirisme
menganggap alam yang nyata saja yang termasuk ilmu pengetahuan sedang yang gaib
bukan ilmu pengetahuan (Adib, 251-252 :
2011).
Inti dari pandangan rasionalisme
adalah bahwa hanyadengan menggunakan prosedur tertentu dari akal saja kita bisa
sampai pada pengetahuan yang sebenarnya, yaitu dengan pengetahuan yang tidak
mungkin salah. Menurut kaum rasionalis, sumber pengetahuan, bahkan sumber
satu-satunya, adalah akal budi manusia. Akal budilah yang memberi pengetahuan
kita pengetahuan yang pasti dan benar. Konsekuensinya, kaum rasionalis menolak
anggapan bahwa kita bisa menemuka pengetahuan melalui panca indra kita. Bagi
mereka akal budi saja sudah cukup memberikan pengetahuan kepada kita (Sonny
& Mikhael, 43-44 : 2001).
Sedangkan Empirisme menurut Sonny
dan Mikhael (2001) adalah paham filosofis yang mengatakan bahwa sumber
satu-satunya pagi pengetahuan manusia adalah pengalaman. Yang paling pokok untuk bisa sampai pada
pengetahuan yang benar menurut kaum empiris, adalah data dan fakta yang
ditangkap oleh panca indra kita. Dengan kata lain, satu-satunya pengetahuan
yang benar adalah yang di peroleh melaului pengalaman dan pengamatan panca
indra kita.
b.
Konsep Teknologi
Pengertian teknologi yang tertua,
sangat sederhana dan yang paling umum dikenal orang ialah barang buatan
manusia, konsep kedua pengertian teknologi adalah kegiatan manusia yang efisien
dan bertujuan jelas. Efisiensi sendiri adalah konsep yang menunjukkan
perbandingan lurus antara suatu kerja dan hasilnya. Bertujuan berarti kegiatan
manusia itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah atau
mengatasi kesulitan tertentu. Konsep ketiga tentang teknologi adalah kumpulan
pengetahuan (Adib, 2011 : 252).
Harvey Brooks dalam Adib (2011)
menegaskan tugas pokok teknologi dalam masyarakat manusia ialah perluasan dunia
kemungkinan manusia yang bersifat praktis. Jadi teknologi mempunyai peranan
memperluas dan memperbesar potensi manusia untuk memenuhi kebutuhan praktisnya.
c.
Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Tekonolgi dalam Budaya
Menurut Adib (2011) Dilihat dari perkembangan ilmu
pengetahuan sendiri, diandaikan bahwa ilmu pengetahuan yang mampu menerjemahkan produk pengetahuannya
menjadi teknologi lebih maju taraf perkembangannya dari ilmu pengetahuan tanpa
teknologi. Teknologi sangat membantu perkembangan dan pertumbuhan terhadap
semua aspek praktis manusia misalnya pendidikan, ekonomi, politik dan lain
sebagainya. Dari perkembangan rasionalitas, maka diandalkan bahwa masyarakat
yang telah memasuki oleh teknologi, akan semakin menyesuaikan dirinya sendiri
dengan tuntutan dari rasionalitas tersebut.
Disini sering di lupakan kemungkinan lain bahwa
kebudayaan suatu masyarakat yang belum cukup di siapkan untuk menerima
teknologi, justru menyerap teknologi itu tidak sesuai dengan tuntutan
rasionalitas teknologi tapi sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam
kebudayaan itu, yang menyebabkan disfungsi teknologi.
Dalam suatu masyarakat, bukan saja kehidupan alam dapat
diatur dengan bantuan teknologi, tetapi juga dengan bantuan perkembangan ilmu.
Dengan sedikit penjelasan dapat diartikan bahwa teknologi dapat mepengaruhi
tingkah laku kelompok (budaya) orang.
d.
Menuju Masyarakat Berbudaya Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Adib (2011)
berpendapat salah satu ciri masyarakat berbudaya ilmu pengetahuan adalah adanya
tradisi berpikir atau merenung yang sangat luas dan adalam masyarakat
dianjurkan untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir yang bebas dan kritis.
Masyarakat sendirilah yang harus mengembangkan kemampuan berlogika, juga harus
memiliki kemampuan yang mendalam dan reflektif. Salah satu cara untuk
mengembangkan masyarakat berbudaya ilmu pengetahuan adalah dengan dibiasakannya
masyarakat tersebut untuk membaca buku.
Habibie
dalam Wawasan dan Visi Pembangunan Abad-21 (1997) menjelaskan bahwa manusia
tidak dapat dipisahkan dari IPTEK. IPTEK yang terkandung di dalam diri manusia
itu cara-cara hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Sebaliknya IPTEK tidak
dapat terlepas dari hidup manusia. Kemampuan berpikir manusia sistematis,
analitis, mendalam dan jangka panjang menghasilkan ilmu pengetahuan, ilmu
pengetahuan menghasilkan teknologi yaitu cara-cara berdasar ilmu untuk
menghasilkan barang dan jasa. Manusia memanfaatkan teknologi untuk
menyempurnakan nilai-nilai tambah, yaitu proses-proses merubah bahan mentah
menjadi bahan jadi (produk) yang memiliki nilai lebih tinggi (dari nilai
material dan masukan lainnya).
Itulah proses
interaksi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan. Kebudayaan
melahirkan IPTEK, dan pada gilirannya IPTEK sendiri memperkaya kebudayaan.
Mereka yang menguasai ketiga landasan tadi dengan sendirinya akan lebih mampu
meningkatkan dan menyempurnakan nilai kebudayaannya.
e.
Mempersiapkan Sumber Daya Manusia
Muis dalam
Wawasan dan Visi Pembangunan Abad-21 (1997) menuliskan dalam menyongsong awal
milenium ketiga atau abad 21 pembangunan nasional akan dihadapka pada banyak
masalah besar di semua aspek. Semua masalah itu pada dasarnya bersumber dari
pengaruh era globalisasi yang tak mungkin dapat dihindari. Jalannya pembangunan
di abad 21 pasti akan sangat diwarnai oleh kemajuan dramatis IPTEK, yang
membawa fenomena transformasi sosio-kultural di semua negara atau semua bangsa.
Minat yang
semakin meluas di kalangan para ilmuan tentang sumber daya manusia berakibat
positif dalam mengelola sumber daya manusia dalam organisasi, semua
perkembangan dapat di simpukan dan bermuara yaitu, manusia tidak mungkin di
perlakukan sama dengan alat produksi lainnya, melainkan harus diperlakukan
sesuai dengan harkat dan martabatnya. Dalam perencanaan sumber daya manusia
yang perlu di perhatikan adalah ;
1.
Jumlah
2.
Kalifikasi
3.
Masa kerja
4.
Pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki
5.
Bakat yang perlu
di kembangkan
6.
Minat
(Sumber : Siagian,
Sondang, 2015).
f.
Indonesia Menuju Era Milenial
Di tengah persaingan dengan
bangsa-bangsa lain dalam dunia yang sudah mengglobal, bangsa Indonesia masih
menemui berbagai macam tantangan. Bangsa Indonesia membutuhkan pemuda yang
diharapkan melahirkan ide-ide kreatif untuk mengembangkan Indonesia pada masa
mendatang. Mereka yang di sebut “pemuda” pun bukanlah hanya mereka yang berusia
muda, tetapi “pemuda” adalah orang-orang yang berpikir tentang masa depan. Sebab,
orang yang selalu membahas masa lalu adalah orang tua (Baswedan, 2015).
Pengembangan
sumber daya manusia yang dilakukan berbarengan dengan peningkatan dalam
penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan IPTEK, diterapkan dalam kegiatan
industri, perdagangaan, jasa, pariwisata dan bidang-bidang pembangunan lainnya,
akan menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, yang siap menghadapi
persaingan pasar bebas Asean. Amanat GBHN 1993 yang mencantumkan IPTEK sebagai
salah satu Asas Pembangunan, Menegaskan
bahwa agar pembangunan nasional memberikan kesejahteraan rakyat lahir batin
yang setinggi-tingginya, penyelenggara perlu menerapkan nilai-nilai IPTEK,
serta mendorong pengembangan, pemanfaatan, dan penguasaan IPTEK secara seksama
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai
luhur bangsa. Sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional, penduduk
yang besar jumlahnya, merupakan sumber daya manusia yang potensial dan
produktif bagi pembangunan nasional. Kualitas manusia Indonesia dan masyarakat
Indonesia dan penguasaan terhadap IPTEK, merupakan salah satu faktor dominan
pembangunan nasional (Rahardjo, Dawam, 1997).
g.
Rekonstruksi Budaya Berpikir HMI Menuju Era Milenial
Sebagai wujud tanggung
jawab sebagai cendekiawan muslim dari tantangan teori filosofis ilmiah barat
yang berusaha menunjukkan tuduhan yang negatif terhadap tuhan dan agama seperti
yang di lontarkan, Laplace, Darwin, Freud dll, itu tidak benar dan tidak
berdasar. Tantangan yang dihadapi kaum intelektual Muslim saat ini, bukan hanya
berupa penafsiran yang menyimpang dari ortodoksi, tetapi lebih dari pada itu
penolakan pada pondasi agama dan eksistensi tuhan itu sendiri (Nata, Abbudin, 2005).
HMI lahir dalam kancah revolusi fisik pada 5
Februari 1947 di Yogyakarta. Lahirnya HMI dimulai dari kisah heroik seorang
mahasiswa yang bernama Lafran Pane sebagai seorang mahasiswa Sekolah Tinggi
Islam (STI), yang mengambil inisiatif untuk mendirkan organisasi mahasiswa
Islam. Ia memanfaatkan waktu kuliah tafsir oleh dosen Husein Yahya, bagi
pembentukan HMI. Solichin mencatat 5 Februri 1947 bertepatan dengan hari Rabu
Pon 1878 Tahun Saka atau 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan 5 Februari
1947 M (Alfian, Alfan, 2013 : 9).
Tujuan HMI sebagaimana
tertuang pada pasal 4 Anggaran Dasar HMI yaitu “Terbinanya insane kademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan
islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang
diridhai Allah SWT” , hanya sebagai pondasi untuk menentukan arah pemikiran
kader-kader HMI.
Hidayat dalam “Menggugat
HMI” (2005) menuliskan dalam menghadapi masa depannya, kader-kader HMI mesti
memiliki tiga kualitas utama, yakmi integritas, intelektualitas, dan
profesionalitas. Integritas berkaitan dengan moral, dan kualitas ini adalah
mutlak dimiliki dimanapun kader mengabdi. Inteletualitas adalah sifat yang
berkaitan dengan wawasan, pengetahuan, dan kepedulian tentang masalah-masalah
umum (sosial, politik, agama, dan sebagainya, nasional maupun internasional),
serta cara berpikir yang integral dan tidak parsial. Sedangkan profesionalitas
terkait dengan skill (keterampilan)
tertentu sesuai dengan fakultas atau bidang yang dipelajari.
Andito dalam “Menggugat
HMI” (2005) yang sedikit menyulitkan kader untuk mengembalikan tradisi
intelektualitasnya seperti ketika di awal-awal tahun berdirinya adalah. Pertama pembalseman Nurcholis Majid (
Cak Nur ) secara sistematis. Pengaguman terhadap pemikirannya membuat para
kader hanya meng-amin-kanyya. Sebab tabu bagi kader HMI untuk mengkritisi NDP
milik Cak Nur, padahal NDP bukanlah kitab suci, bukan juga kumpulan hadist. Cak
Nur membuat rumusan NDP di periode 69-an. Tentunya dalam kontemplasi dan
kedewasaan adalah hal biasa pemikiran masa lalu tidak sesuai lagi dengan
pemikiran masa kini. Namun menjadikan NDP nya Cak Nur sebagai simbolnya HMI
membuat HMI malah akan terskeptis.
Kedua, bias personalisasi dalam realitas kolektif. Sesungguhnya
perumusan NDP di hasilkan oleh kerja koletif bukan individual, beberapa bagian
NDP jelas di kerjakan oleh kader muda lainnya.
Bukan tidak mungkin terjadi benturan ide dan paradigma satu sama lain.
Penguapan konsistensi ideologis dapat berbanding lurus pada wilayah ini. Ketiga, pemikiran keislaman di samarkan
oleh pertentangan yurisprudensi simbolis antara berbagai organisasi Islam
tradisional dan modernis, di sisi lain minimnya buku-buku referensi bacaan
tentang pemikran-pemikiran Islam yang sedikit banyak akan mempengaruhi gaya
bahasa. Pada posisi inilah akhirnya kita akan sulit memahami kaidah kebahasaan
dalam NDP HMI dan akhirnya tafsir bias dari kader tentang NDP akan selalu
mungkin terjadi. Akhirnya banyak kader yang tidak memahami NDP meskipun telah
membacanya berulang kali. Keempat, Pengkapuran
intelektulisme, akibat semakin
Menggejalanya wacana politis praktis ketimbang intelektualisme.
Perkembangan struktural konstelasi politik dan kesibukan lainnya membuat kader
HMI boleh dikata tidak lagi mencurahkan sedikit perhatian kepada materi-materi
utama pengkaderan yang mendasar. Alih-alih memperbarui, keberadaan NDP di
perkokoh dengan polesan dalil-dali ayat-ayat suci untuk menambah dimensi
religius dan keagamaan. Kongres hanya sebagai legitimasi naskah, maka
lengkaplah sudah NDP sebagai naskah suci yang sakral dan anti kritik. Padahal,
sakralisasi terhadap segala sesuatu selain Allah adalah praktek kemusyrikan.
Memang bukti sejarah tidak bisa kita abaikan begitu saja
bahwa lahirnya HMI terjadi di tengah gelora awal pergerakan kebangsaan, yaitu
bagaimana bangsa ini merajut dan mengisi kemerdekaannya. Sebagai langkah awal
dalam pengembangan peran dan prinsip fenomena dar eksistensi HMI melalui
perjalanan panjangnya HMI memiliki lima pilar. Salah satu dari lima pilar
adalah Ilmu, sebagai organisasi kader yang terlahir di kampus maka ilmu menjadi
sesuatu yang strategis, terlebih HMI yang bertujuan membentuk insan akademis
sehingga pada tempatnya bila HMI berperan aktif untuk mewujudkan “Islam sebagai
agama dan ilmu” (Hidayat, Komarudin, 2012).
PENUTUP
Secara sosiologis, teknologi merupakan salah satu
aspek yang turut mempengaruhi setiap aktivitas, tindakan, serta perilaku
manusia. Teknologi mampu mengubah pola hubungan dan pola interaksi antar
manusia. Kehadiran teknologi merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Aktivitas manusia sedikit banyak akan dipengaruhi oleh
kehadiran teknologi. Kemajuan teknologi dewasa ini ditandai dengan semakin
canggihnya alat-alat di bidang informasi dan komunikasi, satelit, bioteknologi,
pertanian, peralatan di bidang kesehatan, dan rekayasa genetika. Muculnya
masyarakat digital dalam berbagai bidang kehidupan merupa-kan bukti dari
kemajuan teknologi. Masyarakat dan negara-negara di dunia berlomba-lomba untuk
dapat menguasai teknologi tinggi (high tech) sebagai simbol kemajuan,
kekuasaan, kekayaan dan prestise. Dalam masyarakat Postmodern berlaku
hukum “barang siapa yang menguasai teknologi maka ia akan menguasai dunia”.
HMI pada tahun ke 70 berdirinya saat ini tidak
saja sekedar seremonial tanpa makna tapi lebih dari itu kehidupan dan
perjalanan HMI harus direnungi oleh setiap kader HMI. HMI adalah organisasi kemahasiswaan yang berorientasi kepada keilmuan
dengan kewajiban menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai kunci kemajuan dalam mewujudkan intelektual muslim. Pembangunan
Indonesia jauh lebih berat dari pada sekedar merebut kemerdekaan. Karena itu
perlu dibina dan di kembangkan calon cendekiawan yang memiliki pengetahuan luas
disegala bidang dengan dasar iman dan taqwa kepada Allah SWT, bagi kepentingan
hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT.
Seorang
kader HMI haruslah berusaha senantiasa meningkatkan kemampuannya khusunya
kesadaran dan rasa tanggap akan kondisi sosial masyarakat, meningkatkan
kematangan berfikir, meningkatkan sikap intelektualitas dan menjadi tauladan
yang baik untuk lingkungannya. Diperlukan komitmen dan motif yang benar agar
segala sesuatu yang kita dambakan dapat tercapai. Penguatan basis didalan
internal HMI harus mutlak dilakukan, warnai setiap sudut lingkungan dengan
nuansa keislaman, akademis intelektual serta budaya positif lainnya oleh
kader-kader HMI sehingga harapan agar HMI kembali menjadi anak kandung umat dan
bangsa sekali lagi dapat terwujud.
RUJUKAN
Adib, M. (2010). Filsafat Ilmu Ontologi,
Epistimologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan (2 ed.). (Dimaswids,
Ed.) Yogyakarta, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Alfian, A. (2013). HMI 1963-1966 Menegakkan
Pancasila di Tengah Prahara. Jakarta, Jakarta, Indonesia: PT Kompas Media Nusantara.
Baswedan, A. (2015). Merawat Tenun Kebangsaan
Refleksi Ihwal Kepemimpinan, Demokrasi, dan Kepemimpinan. (M. Husnil, Ed.)
Jakarta, Jakarta, Indonesia: PT Serambi Ilmu Semesta.
Hasan, A. R. (2015). Merebut Optimisme HMI dan Masa
Depan Indonesia. (E. Arisandi, & D. Iskandar, Eds.) Jakarta Selatan,
Jakarta, Indonesia: PB HMI Publishing.
Hidayat, K. (2012). Membingkai Perkaderan
Intelektual Setengah Abad HMI Cabang Ciputat. (R. Zakaria, I. Thaha, &
E. Arisandi, Eds.) Ciputat, Jakarta, Indonesia: CV. Sejahtera.
Hidayat, K., & Dkk. (2015). Menggugat HMI
Mengembalikan Tradisi Intelektual. (A. Nata, Ed.) Jakarta: HMI Cabang
Ciputat.
Keraf, S., & Dua, M. (2001). Ilmu Pengetahuan
Sebuah Tinjauan Filosofis. Sleman, Yogyakarta, Indonesia: PT Kanisius.
Muis , A., & Dkk. (1997). Wawasan dan Visi
Pembangunan Abad-21. (D. Rahardjo, Ed.) Jakarta, Indonesia: PT Intermasa.
Siagian, S. P. (2015). Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sitompul, A. (2008). Pemikiran HMI dan Relevansinya
Dengan Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta, Indonesia: CV Misaka Galiza.
Taw, R. (2012, November Senin). 10 Negara Terhebat
Di Dunia. Retrieved from top10newsworld: top10newsworld.blogspot.com
Yatim, B. (2013). Sejarah Peradaban Islam Dirasah
Islamiyah II. Depok, Jawa Barat, Indonesia: PT Rajagrafindo Persada.
Komentar
Posting Komentar